BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan
adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan
dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2007). Persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam pada ibu
primipara, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2008,
p. 89-100).
Persalinan
dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0
sampai 10 cm. Kala I
dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga
dengan kala pengeluaran
janin didorong keluar oleh kekuatan his dan kekuatan mengedan. Dalam kala III
atau disebut juga kala urie. Plasenta terlepas dari dinding uterus dan
dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian
(Sumarah, 2008, p. 4-5).
Beberapa
faktor yang mempengaruhi proses persalinan antara lain:Faktor power meliputi:
his, umur, paritas. Faktor passanger meliputi: janin besar, berat
badan janin. Faktor passage meliputi: bagian keras panggul
(tulang–tulang panggul) dan bagian lunak (otot–otot, jaringan,
ligament–ligament). Faktor penolong:
ketrampilan memimpin persalinan. Faktor psikis meliputi: kecemasan,
kelelahan,
kehabisan tenaga, dan kekhawatiran (JNPK-KR, 2008; Siswosudarmo,
2008;
Varney, 2008; Wiknjosastro, 2007 Yanti, 2010).
Lama
persalinan adalah panjangnya waktu yang dibutuhkan ibu primipara dalam proses
membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Median
durasinya kala II adalah 50 menit untuk nulipara. Pada umumnya, Kala II yang
lebih lama dari 2 jam untuk primigravida atau 1 jam untuk multipara dianggap
abnormal (Varney, 2008).
Persalinan
lama disebabkan karena kontraksi yang tidak adekuat, faktor janin, dan jalan
lahir seperti malpresentasi atau malposisi janin belum saatnya melahirkan
(kontraksi palsu), masa laten memanjang (pembukaan jalan lahir kurang dari 4
cm), inersia uteri (kontraksi rahim melemah atau kekuatan kontraksi rahim tidak
sesuai dengan besarnya pembukaan serviks), janin terlalu besar, atau panggul
ibu sempit, dan kurang darah (anemia) (Kasdu, 2005). Namun pada prinsipnya persalinan
lama dapat disebabkan oleh his tidak efisien (adekuat), faktor janin (malprestasi,
malposisi, janin besar) dan faktor jalan lahir. Faktor–faktor ini saling
berhubungan (Saifuddin, 2009).
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
a. Untuk
menambah pengetahuan apa itu malpresentasi dan malposisi dan distosia bahu
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahu
apa itu malpresentasi dan malposisi dan distosia bahu
b.
Untuk
mengetahui jenis – jenis malpresentasi
dan malposisi
c.
Untuk mengetahui
bagaimana masalah, penanganan, diagnosis, dari malpresentasi dan malposisi
serta distosia bahu.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk
memberikan tambahan referensi tentang pengaruh malpresentasi dan malposisi
serta distosia bahu terhadap lama kala II
persalinan pada ibu primipara berdasarkan berat badan janin, serta sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan.
2.
Manfaat
a. Bagi Institusi
Diharapkan
dapat memberikan masukan dalam sistem pendidikan, terutama untuk materi
perkuliahan dan memberikan gambaran serta informasi bagi penelitian
selanjutnya.
b. Bagi Tenaga
Kesehatan
Penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi tenaga kesehatan
agar bisa memberikan arahan kepada masyarakat khusunya bagi ibu hamil tentang
pengaruh senam hamil terhadap lama kala II
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Malpresentasi
dan Malposisi
2.1 Pengertian
Malpresentasi dan Malposisi
Malposisi merupakan posisi abnormal dari vertex
kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda)terhadap panggul ibu.
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi vertex.
2.2 Masalah
Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi
sering menyebabkan partus lama atau partus macet.
2.3 Penanganan
umum
2.3.1
Lakukan
penilaian cepat mengenai kondisi ibu termasuk tanda vital ( nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu).
a.
Lakukan
penilaian kondisi janin :
1. Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) segera
setelah HIS :
Hitung DJJ selama 1 menit penuh paling sedikit
setiap 30 menit selama fase aktif dan setiap 5 menit selama fase kedua
2. Jika
DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali permenit kemungkinan gawat janin
3. Jika
ketuban pecah, lihat warna cairan ketuban :
4. Jika
ada mekonium yang kental, awasi lebih ketat atau lakukan intervensi untuk
penanganan gawat janin.
5. Tidakadanya
cairan pada saat ketuban pecah menandakan adanya pengurangan jumlah air ketuban
yang mungkin ada hubungannya dengan gawat janin
6. Berikan
dukungan moral dan perawatan pendukung lainnya
7. Lakukan
penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
Catatan : awasi ibu dengan ketat
karena malpresentasi meningkatkan resiko terjadinya rupture uteri karena partus
macet.
2.4 Diagnosis
2.4.1
Menentukan presentasi
a. Yang
paling sering adalah presentasi vertex, selainnya presentasi dahi, muka,
ganda,/kombinasi dan bokong . jika verteks bukan merupakan bagian yang menunjkan presentasi.
b. Jika
presentasi verteks, tentukan posisi kepala menurut anatomi tulang kepala.
2.4.2
Menentukan posisi kepala janin
a. kepala
janin biasanya masuk kerngga panggul ibu dengan posisi ubun-ubun kecil lintang,
dengan ubun-ubun kecil janin melintang pada rongga panggul ibu.
b. Dengan
penurunan, kepala janin mengalami rotasi sehingga ubun-ubun kecil terletak di
bagian depan pada rongga panggul ibu. Kegagalan perputaran ubun-ubun kecil
kedepan sebaiknya ditata laksana sebagai posisi ubun-ubun kecil belakang.
c. Pariasi
posisi pada presentasi normal adalah posisi verteks yang mengalami fleksi
sempurna, dengan posisi ubun-ubun kecil terletak lebih rendah pada vagina
dibandingkan dengan sinsiput.
d. Jika
kepala janin mengalami fleksi sempurna dengan ubun-ubun kecil depan atau
lintang ( pada awal persalinan ), lanjukan dengan persalinan.
e. Jika
kepala janin tidak berada dalam posisi ubun-ubun kecil depan, kenali dengan
tatalaksana malposisi ini.
f. Jika
kepala janin bukan merupakan bagian yang
mengalami presentasi atau jika kepala jani tidak terfleksi sempurna, enali
dengan tatalaksana malpresentasi ini.
Gejala dan tanda
|
Gambar
|
Posisi oksiput
posterior berada didaerah posterior dari panggul ibu
Pada
Pemeriksaan abdomen, bagian bawah perut mendatar, ekstremitas janin teraba
anterior, DJJ trerdengar disamping.
Pada
Pemeriksaan vagina, fontanella posterior dekat sacrum, fontanella anterior
dengan mudah teraba jika kepala dalam keadaan defleksi.
Untuk
penanganan
|
|
Posisi oksiput
lintang terjadi jika posisi oksiput janin terlentang terhadap rongga panggul
ibu. Jika posisi lintang ini menetap
sampai akhir kala I persalinan, maka posisi ini sebaiknya ditangani sebagai
posisi oksiput posterior
|
|
Presentasi
dahi terjadi karena ekstensi parsial kepala janin sehingga terletak lebih
tinggi dari sinsiput.
Pada
Pemeriksaan abdomen, kepala janin 3/5 di atas simfis pubis. Oksiput lebih tinggi dari sinsiput.
Pada
Pemeriksaan vagina, teraba fontanella anterior dan orbita.
Untuk
penanganan
|
|
Presentasi
muka disebabkan oleh hiperekstensi kepala janin sehingga tidak teraba oksiput
maupun sinsiput pada Pemeriksaan vagina.
Pada
Pemeriksaan abdomen, teraba lekukan antara oksiput dan punggung (sudut
Fabre).
Pada
Pemeriksaan vagina, teraba muka, mulut, dan rahang. Jari tangan mudah masuk ke mulut janin.
Untuk
penanganan
|
|
Presentasi
ganda (majemuk) terjadi jika prolaps tangan bersamaan dengan bagian terendah
janin, lengan yang mengalami prolaps dan kepala janin terdapat di rongga
panggul secara bergantian.
|
|
Presentasi
bokong (sungsang) terjadi jika bokong dengan/atau kaki merupakan bagian
terendah janin. Ada 3 macam presentasi
bokong: complete breech (bokong
sempurna), frank breech (bokong
murni, footling breech (bokong kaki).
Pada
Pemeriksaan abdomen, kepala teraba di bagian atas, bokong pada daerah
pelvis. Auskultasi menunjukkan bahwa
DJJ lokasinya lebih tinggi daripada yang diharapkan dengan presentasi
verteks.
Pada
Pemeriksaan vagina teraba bokong atau kaki.
Untuk
penanganan
Presentasi
bokong sempurna terjadi jika kedua kaki menggalami fleksi pada panggul dan
lutut.
Presentasi
bokong murni terjadi jika kedua kaki mengalami fleksi pada panggul dan
ekstensi pada lutut.
Presentasi
kaki terjadi jika sebuah kaki mengalami ekstensi pada panggul dan lutut.
|
Presentasi
bokong sempurna
Presentasi
Bokong Murni
Presentasi
Kaki
|
Letang lintang
dan presentasi bahu terjadi jika sumbu panjang janin terletak melintang. Bahu merupakan bagian yang menjadi
presentasi.
Pada
pemeriksaan abdomen, sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba
bagian besar (kepala atau bokong) pada simfisis pubis. Kepala biasanya teraba di daerang pinggang.
Pada
pemeriksaan vagina, dapat teraba bahu,
tetapi tidak selalu. Lengan dapat
mengalami prolaps dan siku, lengan atau tangan dapat teraba di vagina.
Untuk
penanganan
|
2.5
Penanganan
Khusus
2.5.1 Posisi
Oksiput Posterior
Rotasi secara spontan menjadi oksiput anterior
terjadi pada 90% kasus. Persalinan yang
terganggu terjadi jika kepala janin tidak rotasi atau turun. Pada persalinan dapat terjadi robekan
perineum yang tidak teratur atau kestensi episiotomi.
a. Jika
ada tanda-tanda persalinan maceet atau denyut jantung janin (DJJ) lebih dari
180 atau kurang dari 100 pada fase apa pun, lakukan seksio sesarea.
b. Jika
ketuban utuh, pecahkan ketuban dengan pengait amniotomi atau klem kokher
c. Jika
pembukaan serbiks belum lengkap dan tidak ada tanda obstuksi, akselerasi
persalinan dengan oksitosin.
d. Pembukaan
serviks lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran. Pemeriksa kemungkinan adanya obstruksi:
1.
.Jika tidak ada
tanda obstruksi, akselerasi persalinan dengan oksitosin.
e. Jika
pembukaan lengkap dan jika:
1. Kepala janin teraba 3/5 atau lebih di atas
simfisis pubis (pintu atas panggul) atau kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio
sesarea.
2. Kepala
janin di antara 1/5 dan 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan kepala
janin di antara stasion 0 dan -2:
g. Lakukan
ekstraksi vakum.
h. Atau
seksio sesarea.
i. Kepala
tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan dari kepala
janin berada di stasion 0, lakukan ekstraksi vakum atau ekstrasi cunam.
2.5.2 Presentasi Dahi
Pada presentasi
dahi, biasanya kepala tidak turun dan persalinan macet. Konversi spontan kearah presentasi verteks
atau muka jarang terjadi, khususnya jika janin mati atau kecil. Konversi spontan biasanya jarang terjadi pada
janin hidup dengan ukuran normal jika ketuban telah pecah.
a.
Jika janin
hidup, lakukan seksio sesarea.
b.
Jika janin mati
dan pembukaan serviks:
1.
Tidak lengkap,
lakukan seksio sesarea.
2.
Lengkap, lakukan
kraniotomi.
3.
Jika tidak
terampil melakukan kraniotomi, lakukanseksio
sesarea.
Jangan lahirkan presentasi dahi dengan
ekstraksi vakum dan cunam
|
2.5.3 Presentasi
muka
Dagu berfungsi
sebagai indikator posisi kepala. Dalam hal ini, sangatlah penting untuk
membedakan posisi dagu depan, dimana dagu terletak dibagian depan pada
ronggapanggul ibu, dengan posisi dagu belakang.
Sering terjadi
persalinan lama. Kepala bisa lahir spontan apabila dagu anterior dan fleksi.
Presentasi muka dengan dagu posterior kepala tidak akan turun dan persalinan
akan macet.
2.5.4
Posisi dagu
anterior
1)
Jika pembukaan
lengkap:
a)
Biarkan
persalinan spontan.
b)
Jika kemajuan
lambat dan tidak terdapat tanda-tanda obstruksi, percepat persalinan dengan
oksitosin.
c)
Jika kepala
tidak turun dengan baik, lakukan ekstraksi cunam (forceps).
2)
Jika pembukaan
tidak lengkap dan tidak ada tanda-tanda obstruksi:
a)
Akselerasi
dengan okskitosin.
b)
Periksa kemajuan
persalinan secara presentasi verteks.
Jangan lakukan ekstraksi vakum pada
presentasi muka
|
2.5.5
Posisi dagu
posterior
1)
Jika pembukaan
serviks lengkap, lahirkan dengan seksio sesarea.
2)
Jika pembukaan
serviks tidak lengkap, nilai penurunan, rotasi, dan kemajuan persalinan. Jika macet, lakukan seksio sesarea.
3)
Jika janin mati:
a)
Lakukan
kraniotomi (kalu terampil); atau seksio sesarea.
2.5.6
Presentasi ganda
(majemuk)
Persalinan
spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil atau mati dan maserasi. Persalinan macet terjadi pada fase ekspulsi.
1)
Lengan yang
mengalami prolaps kadang-kadang dapat diubah posisinya:
a)
Bantulah ibu
untuk mengambil posisi knee-chest (posisi
Trendelenburg).
b)
Sorong tangan ke
atas ke luar dari simfisis pubis dan pertahankan di sana sampai timbul
kontraksi kemudian dorong kepala masuk ke dalam panggul.
c)
Lanutkan dengan
penatalaksanaan untuk persalinan normal.
d)
Jika prosedur
gagal atau terjadi prolapsus tali pusat,
lanjutkan seksio sesarea.
2.5.7
Presentasi bokong
Presentasi
bokong (sungsang) dengan partus lama merupakan indikasi seksio sesarea. Tidak adanya kemajuan persalinan merupakan
salah satu tanda disproporsi.
Frekuensi
presentasi bokong cukup tinggi pada persalinan preterm
|
1)
Persalinan awal
Setiap
persalinan sungsang sebaiknya di tolong pada fasilitas kesehatan yang dapat
melakukan operasi.
a)
Lakukan Versi
Luar, jika:
1.
Kehamilan
berumur 37 minggu atau lebih, dan kemungkinan besar lahir pervaginam, (jika
dilakukan versi pada kehamilan kurang dari 37 minggu sering terjadi kembali
pada presentasi semula;
2.
Kemungkinannya
dapat dilahirkan pervaginam;
3.
Ketuban utuh dan
air ketuban cukup;
4.
Tidak
adakomplikasi atau kontraindikasi (contohnya: pertumbuhan janin terhambat,
perdarahan, bekas seksio, kelainan janin, kehamilan kembar, hipertensi).
b)
Jika versi luar
berhasil, lanjutkan dengan persalinan
normal.
c)
Jika versi luar
gagal, lanjutkan dengan persalinan
sungsang pervaginam atau seksio sesarea.
2)
Persalinan
pervaginam pada presentasi bokong
Pertolongan
spontan (Bracht) pada primigravida
sebaiknya di rumah sakit dan harus dievaluasi dengan hati-hati karena kelahiran
bokong belum tentu kepala bisa lahir (ofter
coming head) yang dapat membawa
kematian janin. Kepala janin harus lahir
dalam waktu maksimal 8 menit sejak lahir sebatas pusat.
a)
Suatu persalinan
sungsang pervaginam dengan bantuan tenaga medis yang terlatih merupakan
tindakan yang mungkin dilakukan dan aman dengan syarat berikut:
1. Bokong
sempurna (complete) atau bokong murni
(frank breech);
2. Pelvimetri
klinis yang adekuat;
3. Janin
tidak terlalu besar;
4. Tidak
ada riwayat seksio sesarea dengan indikasi disproporsi sefalopelvik;
5. Kepala
fleksi.
b)
Ikuti kemajuan
persalinan dengan seksama dengan patograf
c)
Jika ketubah
pecah, periksa apakah ada prolapse tali pusat.
Catatan: jangan pecahkan ketuban
d)
Apabila ada
prolaps tali pusat dan kelahiran pervaginam tidak mungkin, lakukan seksio
sesarea.
e)
Jika tali pusat
prolaps dan persalinan pervaginam tidak memungkinkan, lakukan seksio sesarea
f)
Jika denyut
jantung janin abnormal (< 100 atau > 180 kali per menit) atau persalinan
lama, lakukan seksio sesarea.
Catatan:
meconium biasa terdapat pada persalinan sungsang dan tidak berbahaya selama DJJ
normal.
Ibu
jangan mengedan sebelum pembukaan lengkap.
Pembukaan lengkap dipastikan dengan pemeriksaan pervaginam.
|
3)
Badan janin
tidak bisa diputar untuk melahirkan lengan depan dulu
a)
Lahirkan lengan
belakang dulu.
b)
Dengan cara
memegang pergelangan kaki angkat kaki, sehingga dada bayi kea rah bagian dalam
kaki ibu, bahu belakang akan lahir.
c)
Lahirkan lengan
dan tangan belakang.
d) Pergelangan
kaki ditarik dan tangan depan dilahirkan.
4) Tangan
dan lengan terjebak dan terlipat di sekitar leher (nuchal arms) Jangan menarik badan bayi untuk pertolongan kelahiran,
karena dapat menyebabkan lengan menjungkit dan berada di sekitar leher. (Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2011).
2.5.8
Prosedur
Melahirkan Lengan di Depan Dada
a.
Biarkan bahu dan
lengan anterior lahir sendirinya dengan cara bokong ditarik kea rah berlawanan
(posterior). Bila tidak bisa lahir
spontan, keluarkan lengan dengan cara mengusap lengan atas janin menggunakan 2
jari penolong berfungsi sebagai bidai.
Awas: perhatikan cara melakukan yang benar untuk menghindari fraktur
lengan atas.
b.
Angkatlah bokong
janin kearah perut ibu untuk melahirkan bahu dan lengan posterior. Teknik yang serupa dengan melahirkan bahu dan
lengan anterior dapat dipakai bila bahu dan lengan posterior tidak dapat lahir
secara spontan. Apabila kesulitan dalam
melahirkan bahu dan lengan anterior, maka dilahirkan dahulu bahu dan lengan
posteriornya
2.5.9 Prosedur Melahirkan Lengan di Atas
Kepala atau di Belakang Leher (Manuver
Lovset)
a.
Pegang janin
pada pinggulnya (perhatikan cara pegang yang benar).
b.
Putarlah badan
bayi setengah lingkaran dengan arah putaran mengupayakan punggung yang berada
di atas (anterior).
c.
Sambil melakukan
gerakan memutar, lakukan traksi ke bawah sehingga lengan posterior berubah
menjadi anterior, dan melahirkannya dengan menggunakan dua jari penolong di
lengan atas bayi.
d.
Putar kembali
badan janin kea rah berlawanan (punggung tetap berada di atas) sambil melakukan
traksi kearah bawah. Dengan demikian,
lengan yang awalnya adalah anterior kembali lagi ke posisi anterior untuk
dilahirkan dengan cara yang sama.
2.5.10 Prosedur Melahirkan Kepala (Manuver Mauriceau-Smellie-Veit)
Pastikan tidak ada lilitan tali
pusat di leher janin.Kalau ada, tali pusat dipotong dulu di dekat pusar janin.
a.
Janin dalam
posisi telungkup menghadap ke bawah, letakkan tubuhnya di tangan dan lengan
penorlong sehingga kaki janin berada di kiri kanan tangan tersebut (atau bila
janin dalam posisi telungkup, gunakan tangan yang menghadap wajah janin)
b.
Tempatkan jari
telunjuk dan jari manis di tulang pipi janin.
c.
Gunakan tangan
yang lain untuk memegang bahu dari arah punggung dan dipergunakan untuk
melakukan traksi.
d.
Buatlah kepala
janin fleksi dengan cara menekan tulang pipi janin kearah dada.
e.
Bila belum
terjadi putar paksi dalam, penolong melakukan gerakan putar paksi dengan tetap
menjaga kepala fleksi dan traksi pada bahu mengikuti arah sumbu panggul.
f.
Bila sudah
terjadi putar paksi dalam, lakukan traksi ke bawah dengan mempertahankan fleksi
kepala janin, dan mintalah asisten untuk menekan daerah suprasimfisis.
g.
Setelah
suboksiput lahir di bawah simfisis, badan janin sedikit demi sedikit dielevasi
ke atas (kea rah perut ibu) dengan suboksiput sebagai hipomoklion.
Berturut-turut akan lahir dagu, mulut, dan seluruh kepala.
2.5.11 Melahirkan Bahu dan Lengan cara Mueller.
Dengan
kedua tangan pada bokong dan pangkal paha, tarik tubuh janin ke bawah sehingga
bahu depan berada di simfisis, kemudian lengan depan dikeluarkan dengan cara
yang kurang lebih sama dengan cara melahirkan lengan dan bahu cara Klasik. Untuk melahirkan bahu dan lengan belakang
lakukan dengan cara yang sama seperti pada lengan dan bahu depan. Perbedaan cara ini dengan cara klasik
sebenarnya hanyalah pada teknik memegang kaki janin serta bahu dan lengan yang
dilahirkan yaitu bahu depan dulu sementara pada cara klasik bahu dan lengan
belakang yang justru dilahirkan lebih dahulu.
B.
BAHU
MACET (DISTOSIA BAHU)
2.6 Defenisi
Distosia
bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet di atas simfisis
pubis dan tidak bisa masuk melalui pintu bahwa panggul, sehingga bahu menjadi
tidak dapat digerakkan.Bahu posterior bisa juga macet diatas sacral
promontari-walaupun jarang terjadi-oleh karena itu tidak bisa lewat masuk ke
dalam panggul atau bahu tersebut bisa lewat promotorium tetapi mendapat
halangan dari tulang sacrum. Bahu macet
bisa terjadi pada semua bayi yang besar, meskipun pada bayi yang panggulnya
normal.
2.6 Diagnose
a.
Kepala janin
dapat dilahirkan tapi tetap berada di dekat vulva.
b.
Dagu tertarik
dan menekan perineum.
a.
Tarikan pada
kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.
2.7 Kondisi yang Perlu Diantisipasi Terhadap
Kemungkinan Adanya Distosia Bahu
a.
Janin besar yang
ditemukan dari pemeriksaan palpasi.
b.
Diabetes
maternal.
c.
Kehamilan lewat
waktu.
d.
Riwayat
obstetric bayi besar.
e.
Riwayat keluarga
berat lahir besar.
f.
Obesitas
maternal.
g.
Riwayat
obstetric kesulitan kelahiran bahu.
h.
Disproporsi
sefalopelviks.
i.
Fase aktif yang
tidak tentu pada kala I persalinan.
a.
Kala II
persalinan yang memanjang, termasuk penurunan kepala yang lambat.
j.
Terdapat
indikasi kelahiran dengan ekstraksi forsep atau vakum.
2.8 Penanganan
Menurut Varney
(2008), langkah-langkah berikut harus dilakukan untuk menangani kedaruratan
distosia bahu. Enam langkah pertama
dilakukan bersamaan dan langkah berikutnya dilakukan secara berurutan.
a.
Tetap tenang
sambil memastikan kandung kemih pasien dalam keadaan kosong.
b.
Panggil dokter
(yang memungkinkan) untuk segera datang.
c.
Lakukan
persiapan upaya resusitasi bayi baru lahir dalam skala lengkap.
d.
Lakukan
persiapan penanganan perdarahan pascapartum.
e.
Jelaskan dengan
sikat kepada pasien tentang kesulitan dalam kelahiran bahu, dan akan dilakukan
tindakan yang mungkin akan menyakitkan namun merupakan tindakan menyelamatkan
bayi. Informasikan bahwa dalam proses
kelahiran bahu, pasien tidak boleh meneran karena akan mempersempit panggul.
f.
Atur posisi
pasien dalam posisi litotomi maksimal atau posisi perasat Mc. Robert (posisi lutut-dada). Posisi ini akan memperluas ruang panggul
sehinga memudahkan penolong dalam melakukan manipulasi dalam kelahirn bahu. Jika pasien berada di tengah tempat tidur,
letakkan pispot atau benda lainnya yang keras dengan tinggi beberapa cm. jika bokong pasien berada di pinggir bawah
tempat tidur, minta ia untuk turun sedikit lagi sehingga posisi bokong agak
tergantung di sisi pinggir tempat tidur.
Dengan posisi yang mana
saja, minta pasien untuk menaikkan tungkainya ke atas dan kebelakang kea rah
luar dan tetap mempertahankan posisi tungkainya dengan meletakkan kedua tangan
di balik lututnya. Pertahankan kaki
tetap fleksi, jika pasien merasa lelah dalam mempertahankan posisinya, minta
bantuan orang lain untuk memegang tungkainya supaya tetap fleksi.
g.
Periksasa posisi
bahu dan putar bahu ke salah satu diameter oblik pelvis jika berada dalam
diameter transversa atau anteroposterior pada pelvis pasien.
Dalam tindakan ini
instrusikan pasien untuk tidak meneran.
Tempatkan semua jari salah satu tangan anda di satu sisi dada bayi
(misalnya sisi kanan) dan semua jari tangan yang lain pada punggung bayi di
sisi yang berlawanan (sisi kiri)kemudian tekan dengan sejumlah kekuatan yang
diperlukan untuk menggerakkan bayi. Penting
untuk menggunakan semua tangan, bukan hanya dua jari pada masing-masing tangan
karena kekuatannya tidak akan maksimal dan tidak akan cukup kuat untuk
melakukan pemutaran bahu.
Hindari memutar kepala
bayi, pemutaran kepala hanya akan memutar leher saja, dan akan berakibat
terjadinya trauma.
h.
Minta orang lain
(asisten) untuk menekan suprapubik sementara penolong melakukan penekanan yang
biasa dilakukan, yaitu ke arah bawah kemudian ke atas.
Tekanan pada kepala
bayi harus kuat, tetai tidak berlebihan.Tekanan atau tarikan yang terlalu kuat
pada kepala bayi dapat menyebabkan paralisis saraf.
2.9
Cara melakukkan
tekanan supra pubik yang efektif
c.
Asisten berdiri
di atas pengganjal kaki agar posisi berdiri tambah tinggi dan tenaga yang
dihasilkan lebih besar.
d.
Balikkan kedua
tangan sehingga kedua tangan menghadap ke bawah, satu tangan berada di atas
tangan yang lain.
e.
Tempatkan tangan
di atas garis tangan abdomen tepat di atas simfis pubis kemudian menekan lurus
ke bawah sampai ke bagian abdomen yang lebih bawah.
Hindari
menekan daerah fundus karena akan menyebabkan ruptur uterus dengan akibat
yang membahayakan bagi ibu dan bayi.
|
i.
Jika bayi belum
lahir, istirahat sebentar selama 45 detik, dan pertimbangkan untuk melakukan
tindakan berikut:
1. Kateterisasi.
Pastikan kandung
kemih dalam keadaan kosong.Jika sejak awal sudah ada indikasi adanya distosia
bahu, upayakan pengosongan kandung kemih dilakukan seawall lmungkin sejak
pasien sudah dalam persalinan.
2. Pastikan
kebutuhan untuk episiotomi.
3. Lakukan
pemeriksaan dalam untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab distosia setelah
kepala lahir.
j.
Jika persalinan
terdiagnosis distosia bahu, upayakan kembali melahirkan dengan perasa Mc. Robert dan tekanan suprapubik terarah
sementara penolong memberikan tekanan yang kuat tetapi tidak berlebihan.
k.
Langkah 11 dan
12 dapat dibalik. Jika bayi belum dapat
dilahirkan, lakukan perasat memutar dalam bentuk spiral menggunakan prinsip
sekrup kayu.
Tempatkan
tangan penolong dalam posisi yang sama seperti saat melakukan rotasi bahu pada
langkah 7. Rotasikan bayi 180 derajat
untuk mengganti posisi bahu posterior menjadi bahu anterior (punggung ke
atas). Ini berarti bahwa pemutaran bahu
dilakukan secara bergantian 180 derajat searah jarum jam dan kemudian 180
derajat berlawanan arah jarum jam sampai bayi memutar keluar tanpa menjadi
terpelintir dengan dirinya sendiri. Pada
saat memulai perasat, tangan yang berada pada punggung bayi akan berada pada
bahu anterior untuk mendorong kearah depan ke bawah serta tangan yang berada
pada dada bayi akan mendorong ke belakang menuju ke bahu posterior dan ke atas.
Agar
dapat menggunakan kekuatan alami sebaik mungkin, penolong perlu mengganti
penempatan tangan setelah bayi berotasi 90 derajat sebelum melanjutkan rotasi
90 derajat berikutnya.Sebagai contoh, jika punggung bayi berada di sebelah
kanan pasien dalam posisi Right Occipito Transversa (ROT), maka pada awalnya
tangan kanan penolong menekan punggung bayi untu bahu anterior.Setelah rotasi
90 derajat yang menempatkan diameter bisakromial (bahu janin) dalam diameter
transversal pelvis pasien, reposisikan tangan dengan menukar posisinya. Hal ini berarti tangan penolong sekarangakan
menekan ke arah atas pada dada di sisi kanan bayi, dan tangan tangan kanan
sekarang akan menekan kea rah bawah pada punggung di sisi kiri bayi untuk
melakukan rotasi terakhir badan bayi sebesar 90 derajat. Badan bayi sekarang telah berotasi 180
derajat searah jarum jam dan bahu posterior digantikan oleh bahu anterior.
Jika
bayi masih belum dapat dilahirkan, rotasikan kembali bayi sebesar 180 derajat,
sekali lagi posisi bahu posterior digantikan oleh bahu anterior. Arah rotasi ini sekarang berlawanan dengan
arah jarum jam sehingga bayi berada dalam posisi awal, hanya lebih turun dan
keluar dari pelvis. Tindakan ini
diselesaikan dengan menempatkan tangan sehingga tangan kiri menekan dada bayi
untuk bahu posterior dan tangan kanan menekan punggung bayi untuk bahu anterior
untuk rotasi 90 derajat yang pertama.Setelah itu ganti tangan penolong sehingga
tangan kiri menekan ke arah bawah di sisi kanan punggung bayi, dan tangan kanan
menekan kea rah atas di sisi kiri dada bayi untuk rotasi 90 derajat terakhir
terhadap badan bayi.Lanjutkan rotasi badan bayi sedikitnya tiga sampai empat
kali.
l.
Jika bayi belum
dapat dilahirkan, lahirkan lengan posterior.
Masukkan semua tangan ke dalam vagina di
belakang bahu posterior, susuri lengan ke bawah dari bahu, kemudian temukan
siku dan lengan bawah.Jika lengan lurus, tekan ruang antekubiti untuk
memfleksikan tangan, atau jika lengan tersangkut, belat lengan ke bawah dari
siku dan sapukan ke atas melewati abdomen bayi dan dada dalam rentang gerak
normal sampai anda dapat memegang tangan bayi dan melahirkan seluruh lengan.
Dalam melakukan perasa ini,
hindari mengaitkan jari-jari ke bawah ketiak bayi karena hal ini akan
menyebabkan cedera pleksus saraf.
m. Upayakan
kelahiran bayi sekarang dengan kombinasi perasat Mc. Robert, tekanan suprapubik, dan tekanan ke
arah bawah serta keluar pada sisi kepala bayi (langkah 8). Bila bayi belum juga
dapat dilahirkan, rotasikan badan bayi 180 derajat (seperti yang di jelaskan
dalam langkah 11).
n.
Ini merupakan
langkah terakhir, yaitu dengan menggunakan perasat Zavanelli untuk memindahkan
bagian belakang kepala bayi ke dalam vagina dan dilanjutkan dengan kelahiran SC.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas kita dapat menyimpulkan
bahwa adanya kelainan malposisi dan malpresentasi serta distosia bahu dapat mengganggu terjadinya
persalinan yaitu dapat mengakibatkan partus macet dan kematian perinatal, oleh
sebab itu tenaga kesehatan terkhusus bidan sangat mengetahui bagaimana itu
malposisi dan malpresentasi serta distosia bahu termasuk etiologi,
ptofisiologi, diagnosis, dan penanganannya. Supaya penanganan yang tepat
diberikan dengan baik dan hal-hal yang buruk yang merugikan kedua belah pihak
yang dapat diatasi.
3.2
Saran
Kami mohon kepada para pembaca
khususnya kepada pembimbing untuk memberikan kritik atau masukan yang membangun
demi tersusunnya makalah yang bertema “Malpresentasi
dan malposisi serta distosia bahu”
ini dapat tersusun secara sempurna, karena kami yakin dengan kelemahan atau
kekurangan pengetahuan kami tentang penyusunan makalah ini jauh dari
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri jilid 2.Jakarta:
EGC
Saifudin,
Abdul Bari. 2011. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Saifudin,
Abdul Bari. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sulistyawati, Ari dan Esti Nugraheny. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba Medika
Hanifa, Prawirohardjo. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar